Budaya kerja di Jepang dikenal dengan prinsip customer-centric yang kuat. Hal ini tidak hanya menjadi slogan, tetapi diterapkan dalam berbagai aspek operasional.
Aya, WNI yang kerja di Prefektur Ibaraki, berbagi pengalamannya tentang bagaimana perusahaan Jepang menempatkan pelanggan sebagai prioritas utama.
"Aku kan kerja di perusahaan manufaktur yang pelanggannya itu dari dalam negeri (Jepang) dan luar negeri ya," kata Aya kepada Ohayo Jepang, Minggu (19/1/2025).
Pelanggan harus diutamakan tapi ada beberapa penanganannya yang sedikit berbeda antara pasar domestik dan internasional.
Hal ini terlihat dari cara mereka menangani keluhan pelanggan pasar domestik.
"Kalau ada keluhan dari pelanggan pasar domestik, bosku yang langsung turun tangan. Bukan karyawan lain. Beliau akan meminta maaf berkali-kali dulu," ujar pekerja bidang marketing ini.
Tidak hanya melalui telepon, bosnya juga bersedia mendatangi kantor pelanggan untuk meminta maaf secara formal.
Komplain sekecil apa pun bisa jadi hal besar yang harus diselesaikan dengan cara yang sangat formal.
Sementara itu, bila ada keluhan dari pelanggan internasional, bos Aya akan meminta maaf kemudian langsung ke solusi.
“Kalau pelanggan luar negeri, seperti dari Singapura, lebih santai. Permintaan maaf dan solusinya lebih langsung ke intinya,” katanya.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa perusahaan Jepang memahami pentingnya menyesuaikan diri dengan budaya pelanggan dari berbagai negara.
Namun, untuk pelanggan domestik, perhatian terhadap detail dan formalitas menjadi prioritas utama.
Baca juga:
Mendahulukan pelanggan juga tercermin dari cara kerja karyawan di perusahaan tempat Aya bekerja.
Sebagian besar operasional masih mengandalkan kertas, terutama bagi karyawan berusia 40 hingga 50 tahun.
Cara itu lebih efektif bagi karyawan tersebut sehingga dapat memahami catatan operasional, misalnya pesanan atau keluhan pelanggan.
Dari situ, mereka dapat memberikan pelayanan maksimal kepada pelanggan loyal tanpa bingung terhadap penyesuaian pencatatan digital.
"Tapi ini sih sekitar 2-3 tahun belakangan udah mulai beralih ke digital," pungkas Aya.
Budaya customer-centric di Jepang mencerminkan profesionalisme sekaligus dedikasi dalam memberikan pelayanan terbaik.
Komitmen ini menjadi pelajaran berharga, terutama bagi pekerja asing, tentang pentingnya empati dan perhatian terhadap kebutuhan pelanggan.
View this post on Instagram