Bekerja di Jepang bukan hanya soal efisiensi dan kedisiplinan, melainkan juga memahami budaya kerja yang sangat dipengaruhi oleh struktur hierarki.
Bagi pekerja asing, ini bisa menjadi pengalaman unik sekaligus penuh tantangan. Bagaimana budaya hierarki ini memengaruhi kehidupan kerja sehari-hari?
Berikut adalah gambaran berdasarkan pengalaman Aya, diaspora Indonesia yang bekerja sebagai marketing perusahaan manufaktur di Prefektur Ibaraki.
Salah satu aspek utama dalam budaya kerja Jepang adalah formalitas yang diterapkan hampir di semua lini komunikasi.
Misalnya, ketika hendak mengadakan meeting dengan tim besar, pekerja harus memastikan semua orang dapat hadir pada waktu yang sama.
Hal ini melibatkan penyesuaian jadwal yang cukup memakan waktu lama.
“Sebelum meeting dengan tim divisi lain, aku harus tanya satu per satu kapan mereka bisa. Setelah itu baru bisa ditentukan waktu meeting-nya,” ujar Aya kepada Ohayo Jepang pada Minggu (19/1/2025).
Setiap pembicaraan formal harus dilakukan di ruang meeting dengan suasana serius.
Struktur hierarki yang kuat juga membuat pekerja asing menghadapi tantangan, terutama ketika berhadapan dengan rekan kerja senior.
Menyampaikan pendapat di lingkungan seperti ini dapat menjadi hal yang sulit, terutama jika pekerja masih muda atau berasal dari negara lain.
“Aku sering merasa ideku kurang diterima, terutama saat bekerja sama dengan tim besar yang isinya kebanyakan orang Jepang dengan usia rata-rata 40 tahun,” cerita Aya yang memasuki tahun ke-7 di perusahaan Jepang.
Di Jepang, cara berbicara juga harus disesuaikan dengan siapa lawan bicara.
Saat berbicara dengan orang lebih tua atau lebih tinggi posisinya, pekerja harus menggunakan bahasa sopan dan formal, seperti keigo (bahasa sopan Jepang).
“Kalau ngomong sama tim besar, aku harus pakai bahasa yang lebih sopan. Nggak bisa pakai bahasa yang biasa aja,” jelasnya.
Namun, hierarki ini tidak selalu menjadi penghalang. Dalam beberapa kasus, atasan yang lebih fleksibel dan berpikiran terbuka dapat membuat suasana kerja lebih nyaman.
Aya bercerita bahwa bos yang merupakan atasan langsungnya sering berinteraksi dengan klien luar negeri, sehingga cenderung lebih fleksibel.
“Bosku lebih fokus pada isi daripada cara aku menyampaikan. Selama klien bisa mengerti apa yang aku sampaikan, dia nggak masalah,” ujarnya.
Baca juga:
Pekerja asing harus belajar menyesuaikan diri untuk menghadapi tantangan budaya kerja di Jepang.
Hal ini mencakup memahami kapan harus menggunakan formalitas dan kapan bisa lebih santai, serta belajar mengenali pola kerja tim.
“Aku harus lihat dulu situasi timnya, apakah orang-orangnya lagi sibuk atau nggak, baru aku tahu kapan bisa diskusi,” kata Aya.
Selain itu, kemampuan untuk menurunkan ego juga menjadi kunci penting.
Menurutnya, memahami budaya kerja di Jepang adalah soal mengorbankan sedikit kenyamanan pribadi demi menjaga harmoni dalam tim.
Budaya hierarki di Jepang memang memiliki tantangan tersendiri, terutama bagi pekerja asing.
Namun, tantangan ini bisa menjadi peluang untuk belajar dan berkembang dengan pemahaman dan adaptasi yang tepat.
Formalitas dan koordinasi di Jepang mungkin terasa berbeda, tetapi hal ini mencerminkan nilai profesionalisme yang tinggi di negara tersebut.
Bila kamu ingin bekerja di Jepang, mempersiapkan diri untuk memahami budaya kerja mereka menjadi langkah awal yang penting.
Dengan begitu, kamu bisa lebih mudah menyesuaikan diri dan meraih sukses di lingkungan kerja yang baru.
View this post on Instagram