Program makan siang sekolah di Jepang yang dikenal sebagai kyushoku, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan di negara tersebut.
Menu yang disajikan mencerminkan kebutuhan gizi, nilai budaya, dan pendidikan yang mendalam.
Salah satu contoh penerapan program ini dapat ditemukan di St. Dominic’s Institute, sebuah sekolah dasar di Okamoto, Setagaya, Tokyo.
Kyushoku dimulai pada 1889 di Sekolah Dasar Chuai, Prefektur Yamagata, sebagai inisiatif untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu.
Menu awalnya sederhana, dirancang untuk memenuhi kebutuhan dasar gizi siswa.
Setelah Perang Dunia II, menu yang populer termasuk daging paus dan susu skim bubuk, mencerminkan keterbatasan bahan pangan saat itu.
Namun, seiring waktu, menu kyushoku terus berkembang. Nasi kari dan spageti menjadi favorit siswa sejak pengaruh budaya Barat masuk ke Jepang.
Hingga kini, kari Jepang yang memiliki rasa manis tetap menjadi hidangan yang disukai anak-anak sekolah.
Baca juga:
Melansir berita Kompas.com, ahli gizi di sekolah dasar St. Dominic’s Institute Jepang Namekawa merancang kyushoku dengan sangat teliti.
Menu makan siang tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi, melainkan juga memperkenalkan anak-anak pada berbagai cita rasa.