Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Worklife

Pengalaman Kerja di Jepang, dari Part Time hingga 6 Tahun di Industri Manufaktur

Kompas.com - 07/01/2025, 17:40 WIB

Bekerja dan hidup di Jepang sering kali menjadi impian banyak orang Indonesia termasuk Aya, nama samaran.

WNI yang mengawali karirnya sebagai pekerja paruh waktu itu kini menjadi pekerja tetap di industri manufaktur.

Simak pengalaman Aya yang telah tinggal dan bekerja di Jepang selama enam tahun berikut.

Awal Perjalanan: Kuliah Pendidikan Bahasa Jepang

Aya memulai perjalanannya dari jurusan Pendidikan Bahasa Jepang di sebuah universitas di Jawa Timur.

Tidak berhenti di situ, ia juga mengikuti program pertukaran budaya bernama JENESYS Programme.

Program ini memberinya kesempatan untuk tinggal di Jepang selama dua minggu.

Di sana, ia mengunjungi sekolah di Prefektur Yamanashi dan merasakan langsung budaya Jepang melalui kegiatan homestay.

Setelah lulus kuliah, ia memutuskan untuk melanjutkan sekolah bahasa  non-degree di Jepang selama 1,5 tahun.

Ia bekerja part-time sebagai loper koran dan staf dapur di restoran cepat saji untuk membiayai hidupnya.

Baca juga:

Tantangan Job Hunting dan Memulai Karier di Jepang

Ilustrasi wawancara kerja di Jepang.
Ilustrasi wawancara kerja di Jepang.

Di Jepang, proses job hunting dilakukan jauh sebelum seseorang lulus.

Menurut Aya, pencarian kerja biasanya dimulai satu tahun sebelum lulus dengan menghadiri setsumeikai, yaitu presentasi perusahaan yang mirip job fair.

Pada akhirnya, Aya mendapatkan pekerjaan yang sekarang melalui bantuan dari Hello Work, lembaga pemerintah Jepang yang membantu pencari kerja.

Melalui Hello Work, ia mendapatkan pekerjaan sebagai marketing di sebuah perusahaan manufaktur bidang produksi kunci dan perangkat keras.

Proses mendapatkan kerja cukup panjang karena Hello Work memastikan bidang pekerjaannya sesuai dengan kualifikasi dan visa kerja yang dimiliki Aya.

“Hello Work sangat membantu, terutama untuk memastikan perusahaan yang aku lamar itu legal dan terpercaya,” ucap Aya kepada Ohayo Jepang, Minggu (20/10/2024).

Hidup di Jepang: Desa vs Kota

Taman bunga plum Kairakuen di Prefektur Ibaraki, Jepang. (KARAKSA MEDIA PARTNER)
Taman bunga plum Kairakuen di Prefektur Ibaraki, Jepang. (KARAKSA MEDIA PARTNER)

Saat pertama kali tiba di Jepang, Aya tinggal di Tokyo, kota yang penuh dengan hiruk-pikuk dan fasilitas modern.

Namun, setelah mendapatkan pekerjaan, ia pindah ke Prefektur Ibaraki, sebuah daerah pedesaan yang lebih tenang.

"Terus aku pindah ke Prefektur Ibaraki, itu sekitar 2 jam naik kereta dari Tokyo. Aku kerjanya di pabrik ya. Jadi memang lokasinya di pinggir gitu. Enggak bisa di kawasan permukiman," papar pemilik Visa Gijinkoku ini.

Meski pindah ke daerah yang lebih sepi, Aya menikmati pekerjaannya di industri manufaktur.

Ia menyebut bahwa perusahaan tempatnya bekerja mendukung berbagai kebutuhan, termasuk pengurusan visa kerja.

"Pengajuan visa straight forward ya, udah ada guidelines. Selama dokumen ada maka cepat dapat visanya," ucap Aya.

Aya mendapatkan Visa Gijinkoku dengan periode tinggal selama 3 tahun.

Setiap kali perpanjangan visa, ia mengajukan masa tinggal 5 tahun, tetapi hanya mendapatkan 3 tahun.

Barulah pada perpanjangan visa paling terbarunya, ia mendapatkan periode tinggal selama 5 tahun.

Pengalaman Aya menggambarkan usaha tak mengkhianati hasil. Mulai dari bekerja part-time sampai mendapatkan kerja tetap.

Stay tuned dengan cerita Aya selanjutnya!

          View this post on Instagram                      

A post shared by Ohayo Jepang (@ohayo_jepang)

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.