Pada masa Jepang kuno, membungkus sesuatu dianggap sebagai bentuk rasa hormat dan perhatian.
Membungkus barang, terutama hadiah, dengan cermat adalah cara untuk menunjukkan niat baik dan doa untuk kebahagiaan penerima.
Perhatian dalam cara menyajikan sesuatu, baik itu hadiah atau barang sehari-hari, menjadi nilai penting dalam budaya Jepang. Furoshiki pun dihargai karena hal ini.
Hal paling menarik dari furoshiki, terutama di era sekarang, adalah aspek keberlanjutannya.
Di tengah maraknya penggunaan plastik sekali pakai dan kemasan sekali pakai, furoshiki memberikan alternatif ramah lingkungan.
Menggunakan kain untuk membungkus dan membawa barang bisa mengurangi penggunaan kantong plastik dan kertas kado, yang banyak berkontribusi pada sampah.
Selain ramah lingkungan, furoshiki juga menambah sentuhan estetika dalam kehidupan sehari-hari.
Praktik membungkus barang dengan furoshiki juga berkaitan dengan konsep mottainai (勿体無い).
Istilah ini mengajarkan untuk tidak membuang apa pun dan memanfaatkan sumber daya sebaik mungkin.
Filosofi ini mendorong penggunaan sumber daya secara bijak, yang tercermin jelas dalam penggunaan furoshiki.