Bulan Desember membawa udara dingin yang menusuk tulang. Namun, malam itu saya merasakan kehangatan yang berbeda.
Saya baru saja menghadiri bonenkai, sebuah tradisi Jepang yang diadakan menjelang akhir tahun.
Bagi banyak orang Jepang, bonenkai adalah waktu untuk mengungkapkan rasa syukur atas kerja keras setahun belakangan, melupakan kesulitan, dan menyambut tahun baru dengan semangat baru.
Sebagai karyawan baru, ini adalah pengalaman pertama saya benar-benar merasakan makna acara ini.
Restoran izakaya tempat kami berkumpul malam itu sudah ramai dengan tawa dan percakapan.
Meja panjang itu dipenuhi oleh rekan-rekan kantor, termasuk para senior, presiden, dan tamu dari perusahaan mitra.
Sebagai yang termuda, saya duduk di tengah meja, berusaha berbaur dengan suasana hangat di sekitar.
Acara dimulai dengan pidato singkat dari tamu kehormatan.
Ia berbicara dengan hangat, berterima kasih kepada semua orang atas kerja sama mereka sepanjang tahun.
Ia pun menyampaikan harapan agar hubungan baik terus berlanjut pada tahun mendatang.
Setelah pidato selesai, semua orang mengangkat gelas serentak sambil berkata, “Otsukaresamadesu!” (Terima kasih atas kerja kerasmu!).
Baca juga:
Bonenkai, jika diterjemahkan secara harfiah, berarti “pesta akhir tahun” atau “pesta untuk melupakan tahun”. Namun, ini lebih dari sekadar pesta biasa.
Dalam budaya Jepang, bonenkai adalah tradisi yang penuh makna.
Ini adalah waktu untuk melupakan segala hal buruk atau sulit yang terjadi sepanjang tahun, sembari merayakan pencapaian dan kebersamaan.
Tidak ada formalitas yang kaku dalam bonenkai.
Meskipun ada hierarki yang jelas di kantor, selama acara ini, semua orang duduk setara, mengobrol santai, dan bahkan bercanda tanpa ragu.
Inilah waktu ketika perbedaan antara junior dan senior, bawahan dan atasan, terasa menghilang sementara.
Sebagai karyawan baru, saya mengamati bagaimana acara tersebut berjalan dengan lancar.
Menjelang akhir pertemuan, percakapan yang awalnya fokus pada pekerjaan beralih ke topik yang lebih ringan: liburan, hobi, dan pengalaman lucu.
Dalam suasana itu, saya pun ikut terlibat dalam percakapan, baik saat ditanya oleh tamu kehormatan maupun saat berbincang dengan senior yang duduk di sebelah saya.
Menjelang waktu pulang, saya tidak yakin apakah mereka terkejut melihat saya berbicara lebih banyak dari biasanya.
Dalam hati, saya berpikir, mungkin mereka mengira saya mabuk. Namun, percakapan malam itu memang menyentuh hal-hal yang saya pahami.
Sayang sekali jika saya melewatkan kesempatan untuk terlibat, apalagi di momen yang sangat berharga seperti itu.
Salah satu aspek menarik dari bonenkai adalah bagaimana suasana kantor yang formal berubah menjadi lebih hangat dan akrab.
Sang senpai, yang biasanya terlihat sibuk dan serius, tertawa lepas malam itu. Sang presiden, yang sering kali berwibawa, terlihat santai dan bahkan ikut bercanda.
Bagi saya yang masih beradaptasi dengan budaya Jepang, bonenkai membuka kesempatan untuk melihat sisi lain dari rekan kerja dan atasan.
Di sini, saya menyadari betapa pentingnya tradisi ini dalam mempererat hubungan di tempat kerja.
Malam itu, setelah acara selesai, semua orang saling mengucapkan terima kasih dan membungkukkan badan dengan senyum hangat.
Meskipun saya tidak mengerti setiap detail pembicaraan, saya tahu bahwa kebersamaan adalah inti dari bonenkai.
Ini bukan hanya tentang makan malam atau minuman, melainkan merayakan kerja keras, berbagi cerita, dan menyambut tahun baru dengan hati yang lebih ringan.
Saat berjalan pulang, saya merasa bersyukur telah menjadi bagian dari pengalaman ini.
Bonenkai bukan hanya tentang melupakan tahun lalu.
Ini adalah tentang mengingat hal-hal yang benar-benar penting: kebersamaan, rasa syukur, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Tahun depan, saya pasti akan menantikannya lagi.
View this post on Instagram