Konsep mottainai (もったいない) mengakar kuat dalam budaya Jepang yang memengaruhi cara pandang terhadap sampah dan mengelola barang.
Istilah ini mengandung rasa penyesalan atas pemborosan mencakup mencakup benda berwujud seperti makanan dan barang serta kesempatan dan pengalaman yang hilang.
Misalnya, mengunjungi Gunung Fuji tanpa mengambil foto dapat dianggap mottainai.
Pasalnya, hal itu melambangkan kesempatan yang hilang untuk mengabadikan kenangan.
Praktik memberikan barang secara gratis di Jepang terkait erat dengan filosofi mottainai ini.
Orang yang sering berpindah tempat tinggal biasanya meninggalkan barang yang tak dibutuhkan atau susah dibawa.
Orang Jepang memilih memberikan barang itu kepada orang lain daripada membuangnya.
Mereka memastikan barang tersebut tetap berguna dan dihargai.
Pola pikir ini mencegah pemborosan serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan berbagi.
Baca juga: Mottainai, Contek Tradisi Jepang Dalam Menjaga Lingkungan
Salah satu faktor signifikan yang mendorong perilaku ini adalah biaya pembuangan sampah besar di Jepang.
Pemerintah mengenakan biaya untuk pembuangan barang tertentu yang diklasifikasikan sebagai sampah.
Insentif finansial ini mendorong orang mencari alternatif untuk memberikan atau menjual barang mereka dengan harga murah.
Munculnya media sosial semakin memfasilitasi budaya memberi di Jepang.
Mereka terhubung dengan calon penerima barang, baik melalui pengiriman langsung atau pertemuan di lokasi yang strategis seperti stasiun kereta api.
Beragam jenis barang diberikan kepada orang lain mulai dari peralatan dapur dan produk rumah tangga hingga barang yang berhubungan dengan hobi seperti patung dan hiasan.
Sementara itu, Indonesia mengizinkan pembuangan sampah gratis.
Hal itu dapat mengurangi urgensi untuk menggunakan kembali atau memberikan barang yang tidak terpakai.
Namun, Indonesia memiliki konsep serupa yang dikenal sebagai "dibuang sayang" yang menekankan pentingnya tidak membuang-buang sumber daya.
Namun, orang Indonesia cenderung menjual barang bekas itu daripada memberikannya secara gratis. Praktik ini mencerminkan pendekatan berbeda dalam menilai barang bekas.
Bagi pendatang baru di Jepang, mengikuti konsep mottainai terutama terkait barang bekas bisa jadi praktis dan ekonomis.
Biaya hidup di Jepang tinggi sehingga memperoleh barang bekas dengan harga murah atau bahkan gratis menjadi cara cerdas untuk mengisi rumah baru.
Grup media sosial dan jaringan komunitas menawarkan banyak peluang untuk memperoleh barang penting tanpa menguras kantong.
Sebagai kesimpulan, praktik memberi barang di Jepang merupakan cerminan dari pola pikir mottainai yang mendorong daya cipta dan keberlanjutan.
Masyarakat Jepang telah menumbuhkan budaya berbagi yang menguntungkan pemberi dan penerima dengan memandang barang yang tidak terpakai sebagai barang berharga bagi orang lain.
Pendekatan ini dapat mengurangi sampah dan memperkuat ikatan komunitas, menjadikannya aspek kehidupan bermakna di Jepang.
Baca juga: Budaya Koromogae di Jepang, Pergantian Pakaian Sesuai Musim
Ulasan di atas disampaikan oleh GAS kun, orang Indonesia yang bekerja di Tokyo. Ia hobi bermain bulu tangkis, mendengarkan musik seperti lagu anime dan lagu rock, serta belajar bahasa Jepang.
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (Oktober 2024)