Gerakan-gerakan khas dalam sumo ternyata memiliki makna spiritual yang kuat.
Misalnya, saat pesumo mengangkat satu kaki lalu menghentakkannya ke tanah dengan keras, gerakan ini disebut shiki.
Gerakan ini berasal dari kebiasaan para prajurit zaman dahulu yang ingin menakuti musuh sebelum pertempuran.
Bahkan dalam mitologi Shinto, Dewi Amaterasu pernah melakukan gerakan shiki saat menghadapi saudaranya yang sulit dikendalikan, Susanoo.
Sebelum bertanding, pesumo juga akan menepukkan tangan, sebuah praktik yang umum dilakukan umat Shinto sebelum dan sesudah berdoa.
Tak hanya itu, garam ditaburkan ke arena (dohyo) sebagai simbol penyucian, sesuai kepercayaan Shinto.
Menariknya lagi, wasit sumo atau gyoji mengenakan pakaian yang menyerupai jubah bangsawan istana Jepang pada zaman dulu, yang juga mirip dengan busana pendeta Shinto masa kini.
Sumo seperti yang kita kenal sekarang mulai dijalankan secara rutin pada tahun 1684, di kuil Shinto Tomioka Hachimangu di Tokyo, pada masa Edo.
Seorang mantan samurai bernama Ikazuchi Gondayu berperan penting dalam menyusun aturan pertandingan dan membentuk arena sumo yang kemudian menjadi standar hingga saat ini.