Tidak banyak aturan pasti pada tsuji-zumo. Bahkan, tak sedikit pesumo yang mati saat pertandingan.
Ada pula kanjin-zumo, pertandingan sumo yang diadakan di kuil Shinto untuk menggalang donasi demi keberlangsungan hidup kuil.
Gerakan pesumo saat bertanding mencerminkan kepercayaan Shinto.
Misalnya saja, mereka mengangkat satu kaki kemudian menghentakkannya dengan keras ke tanah selama beberapa kali yang disebut shiki.
Shiki berasal dari praktik kuno para prajurit yang melakukan gerakan itu sebelum pertempuran untuk menakut-nakuti musuh.
Dalam mitologi Shinto, Dewi Amaterasu juga melakukan shiki ketika menghadapi Susanoo, saudara laki-lakinya yang sulit dikendalikan.
Pesumo juga kerap menepukkan tangan sebelum pertandingan. Ini merupakan praktik penganut Shinto untuk bertepuk tangan sebelum dan sesudah berdoa.
Selanjutnya, pesumo biasanya menaburkan garam secara berkala di arena pertandingan sumo (dohyo).
Dalam kepercayaan Shinto, menaburkan garam diyakini sebagai cara bersuci atau menyucikan.
Terakhir, wasit sumo alias gyoji memakai jubah seperti penghuni istana kekaisaran Jepang pada abad pertengahan dan mirip jubah pendeta Shinto saat ini.