Aturan kerja di Jepang menawarkan kebijakan cuti cukup menarik bagi para pekerja yaitu mencapai 20 hari per tahun.
Banyaknya jumlah hari cuti berbayar tergantung pada berbagai faktor seperti jam kerja dan tahun bekerja.
Namun, di balik kebijakan ini, ada budaya kerja unik yang memengaruhi bagaimana cuti dimanfaatkan.
Aya, marketing perusahaan manufaktur di Prefektur Ibaraki, membagikan pengalamannya terkait caranya memanfaatkan cuti.
Jumlah Cuti Meningkat Sesuai Tahun Kerja
Aya mendapatkan cuti tahunan beberapa bulan setelah resmi bekerja sebagai pekerja tetap di perusahaan tempatnya bekerja kini. Namun, ia sudah tidak ingat berapa bulan tepatnya.
Menurut Aya yang sedang menjalani tahun ke-7 di perusahaan ini, cuti didapatkan sekaligus pada awal tahun tepatnya Januari.
"Terus setiap tahun meningkat, sesuai dengan tahun kerja. Sampai mentok aku dapat 20 hari," jelas Aya yang bekerja 40 jam per minggu ini.
Namun, ada batasan jumlah cuti yang bisa disimpan yati maksimal 40 hari.
"Ini contoh aja ya. Januari tahun pertama aku dapat 20 hari cuti, Januari tahun kedua dapat lagi 20 hari. Kalau aku nggak ambil cuti sama sekali, kan di tahun ketiga masih ada saldo 40 hari cuti. Nah, di tahun ketiga itu aku nggak dapat tambahan hari cuti," terang Aya.
Baca juga:
- Tantangan Kerja di Jepang, Menghadapi Hierarki dan Formalitas Tinggi
- Aturan Kerja di Jepang dari Jam Kerja sampai Cuti Tahunan Berbayar
- Aturan Cuti Melahirkan di Jepang dan Tunjangannya, Mencapai Rp 50 Juta-an
Memanfaatkan Cuti agar Work-Life Balance
Bagi Aya cuti menjadi peluangnya untuk bersosialisasi di luar pekerjaan, melakukan hobinya bermain ski, sampai Lebaran di Indonesia.