Untuk menjawab kebutuhan tersebut, KemenP2MI menyiapkan sejumlah langkah.
Salah satunya dengan membuka kelas migran di sekolah dan kampus.
Selain itu, KemenP2MI juga mengkonsolidasikan purna pekerja migran yang pernah bekerja di Jepang agar menjadi relawan pengajar bahasa.
Karding menekankan bahwa kemampuan bahasa Jepang menjadi salah satu kunci utama agar PMI dapat bersaing di pasar kerja.
Selain bahasa, penyesuaian standar sertifikasi tenaga kerja juga perlu dilakukan agar sesuai dengan kebutuhan Jepang.
“Kami tidak hanya ingin mengirim PMI, tapi memastikan mereka terlindungi, terampil, dan siap bersaing,” kata Karding.
Karding menegaskan bahwa penempatan PMI ke Jepang harus dilakukan secara proaktif dan terkoordinasi.
Kolaborasi dengan KBRI Tokyo, pemerintah Jepang, hingga pelaku usaha disebut sebagai kunci untuk memastikan perlindungan optimal bagi pekerja migran.
Menurut Karding, kesiapan Indonesia bukan hanya soal jumlah tenaga kerja yang bisa dikirim.
Lebih dari itu, penempatan PMI harus memperhatikan martabat dan kualitas pekerja.
“Indonesia siap mengisi kebutuhan tenaga kerja di Jepang. Tapi jangan hanya dilihat sebagai angka. Yang terpenting, PMI harus ditempatkan secara bermartabat,” ujar Menteri Karding.
View this post on Instagram