Mereka harus menuai gandum sekaligus menyiapkan lahan sawah dalam waktu yang nyaris bersamaan.
Sebuah pepatah kuno berbunyi, “Jika menanam padi lewat Hange, hasilnya tinggal separuh” atau dalam bahasa Jepang disebut 半夏半作 (hangehansaku).
Karena itu, para petani bekerja keras agar seluruh pekerjaan ladang selesai sebelum Hange-shō tiba.
Begitu hujan panjang berhenti dan langit mulai cerah, mereka mengambil jeda setengah hari untuk beristirahat bersama keluarga.
Di momen inilah hage dango dibuat dari gandum baru yang telah dipanen.
Adonan gandum yang licin berkilau direbus menjadi bola-bola kecil, lalu dilumuri pasta kacang merah yang manis dan gurih.
Rasanya dipercaya mampu mengembalikan stamina setelah hari-hari yang melelahkan di ladang.
Sebagai bentuk rasa syukur atas panen gandum dan selesainya proses tanam padi, hage dango biasanya terlebih dahulu dipersembahkan di altar rumah atau kuil desa.
Setelah berdoa, keluarga kemudian menyantap hidangan ini bersama-sama sambil beristirahat.
Dari tradisi ini, muncullah beragam variasi regional.