Payung di Jepang memiliki makna yang mendalam dalam berbagai aspek budaya:
Upacara Tradisional: Wagasa kerap hadir dalam upacara minum teh dan pernikahan.
Payung berwarna merah dipercaya mampu mengusir roh jahat dan membawa keberuntungan bagi pengantin.
Seni Pertunjukan: Dalam teater Kabuki dan tarian tradisional, wagasa digunakan bukan hanya sebagai properti panggung.
Payung ini membantu menggambarkan suasana, emosi, dan alur cerita.
Cerita Rakyat: Tokoh kasa-obake menjadi salah satu yōkai (makhluk supranatural) paling dikenal dalam cerita rakyat Jepang.
Sosok ini digambarkan sebagai payung bermata satu dan berkaki satu, melambangkan kepercayaan bahwa benda-benda lama bisa memiliki roh.
Hingga kini, payung masih menjadi bagian penting dalam keseharian masyarakat Jepang:
Penggunaan Sehari-hari: Curah hujan yang tinggi membuat banyak orang memiliki beberapa payung.
Payung plastik transparan menjadi pilihan favorit karena murah dan praktis.
Etika Sosial: Masyarakat Jepang menerapkan norma tertentu dalam menggunakan payung. Membuka payung di dalam ruangan dianggap membawa sial.
Banyak tempat umum juga menyediakan penutup plastik atau rak khusus agar lantai tidak basah.
Keamanan Barang: Beberapa tempat umum menyediakan loker khusus payung untuk mencegah pencurian, menunjukkan tingginya kepedulian terhadap barang milik pribadi.
Proses Pembuatan: Wagasa dibuat dengan proses rumit yang terdiri dari lebih dari 100 tahapan.
Hal ini menunjukkan betapa tingginya nilai seni dan ketelitian dalam kerajinan Jepang.