Pemerintah Jepang berencana menghentikan pemberian bantuan biaya hidup bagi mahasiswa asing yang sedang menempuh program doktoral atau S3.
Kebijakan ini tertuang dalam usulan panel penasihat yang disampaikan pada Kamis (20/6/2025), menyusul perdebatan di parlemen terkait besarnya porsi penerima dari luar negeri.
Selama ini, mahasiswa doktoral menerima subsidi biaya hidup sebesar 1,8 juta yen (sekitar Rp 206 juta) hingga 2,4 juta yen per tahun (sekitar Rp 275 juta).
Jika disetujui oleh komite, rencana penghentian bantuan ini akan berlaku mulai tahun fiskal 2027.
Data dari Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Jepang menunjukkan bahwa pada tahun fiskal 2024, sebanyak 10.564 mahasiswa menerima subsidi tersebut.
Dari jumlah itu, 4.125 orang atau sekitar 39 persen merupakan mahasiswa asing.
Sebagian besar berasal dari China, yakni sebanyak 3.151 orang atau 76 persen dari total mahasiswa non-Jepang.
Baca juga:
Melansir Kyodo News (26/6/2025), wacana pembatasan ini pertama kali dibahas di parlemen pada Maret lalu.
Seorang anggota parlemen mengusulkan agar bantuan biaya hidup diprioritaskan hanya untuk warga negara Jepang.
Program dukungan ini pertama kali diluncurkan pada tahun fiskal 2021.
Tujuannya adalah meningkatkan jumlah mahasiswa doktoral melalui bantuan biaya hidup dan riset.
Dalam usulan panel, perubahan kebijakan ini mencerminkan tujuan awal program, yaitu membantu mahasiswa Jepang mengatasi kendala finansial agar mereka bisa melanjutkan ke jenjang doktoral.
Panel juga mencatat bahwa banyak mahasiswa asing membiayai studi mereka secara mandiri.
Meskipun subsidi biaya hidup akan dihentikan, mahasiswa asing tetap dapat mengakses bantuan biaya riset hingga 1,1 juta yen per tahun (sekitar Rp 126 juta).
© Kyodo News
View this post on Instagram