Sekelompok mahasiswa pascasarjana dari Sekolah Pascasarjana Universitas Nagoya, Jepang, berhasil mengembangkan alat untuk mendeteksi gejala disregulasi ortostatik.
Gangguan ini umum terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan gejala seperti kesulitan fisik saat bangun pagi dan rasa pusing saat berdiri.
Alat berbentuk tongkat tersebut diberi nama OD Checker. Alat ini memungkinkan pengguna mengukur tingkat keparahan gejala secara mandiri di rumah.
Hasil pengukuran ditampilkan dengan cara yang mudah dipahami, menyerupai penggunaan termometer untuk mengukur suhu tubuh.
Melansir Kyodo News via Antara News (15/6/2025), OD Checker bekerja dengan memantau perubahan detak jantung melalui sensor yang ditempelkan di jari pasien.
Sensor ini akan membaca perubahan denyut saat pasien beralih dari posisi berbaring ke posisi berdiri.
Tingkat keparahan gangguan kemudian dinilai berdasarkan kriteria diagnostik yang berlaku di bidang medis.
Tim pengembang menjelaskan bahwa alat ini dirancang untuk membantu mereka yang kerap mengalami kesulitan berdiri dan gejala pusing, terutama saat beraktivitas di pagi hari.
Baca juga:
Inovasi ini diharapkan dapat mempermudah penderita dalam menyampaikan kondisi mereka, khususnya ketika mereka harus absen sekolah akibat gangguan tersebut.
Menurut Kelompok Masyarakat Pediatri Psikosomatik Jepang, disregulasi ortostatik cenderung muncul pada masa remaja.
Sekitar 10 persen siswa sekolah menengah pertama mengalami gejala ringan dari gangguan ini.
Tim pengembang OD Checker dibentuk pada 2021. Mereka terdiri dari mahasiswa dengan latar belakang di bidang medis dan elektronik.
Dalam waktu dekat, tim ini berencana menggandeng sektor swasta untuk menyempurnakan prototipe, melakukan uji klinis, dan memasarkan alat ini sebagai perangkat medis resmi.
Kensuke Sumida (26), ketua tim pengembang, memiliki latar belakang pribadi dengan gangguan tersebut.
"Dalam kasus gangguan ini, penting bagi masyarakat untuk memiliki pemahaman yang baik. Kami ingin memulai dengan meningkatkan kesadaran tentang penyakit ini melalui berbagai kegiatan kami," ujarnya.
Sumida menambahkan bahwa ia pernah beberapa kali pingsan saat masih duduk di bangku sekolah dasar akibat gangguan tersebut.
Kini, ia ingin pengalamannya menjadi bagian dari solusi yang membantu orang lain.
View this post on Instagram