Kita mungkin menganggap cosplay hanya sebagai kegiatan memakai kostum dan meniru karakter anime.
Namun, Psikolog Adityana Kasandra Putranto mengungkapkan bahwa cosplay juga bisa menjadi sarana untuk mengekspresikan jati diri seseorang.
Menurut Kasandra cosplay memberi individu kesempatan untuk menjelajahi dan mengekspresikan aspek identitas yang mungkin sulit ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Misalnya, seseorang yang pemalu bisa merasa lebih percaya diri saat memerankan karakter yang karismatik atau kuat,” ujar Kasandra kepada Ohayo Jepang, Sabtu (24/5/2025).
Karakter yang dipilih oleh seorang cosplayer umumnya memiliki nilai atau sifat yang sesuai dengan kepribadian mereka.
Dengan mengenakan kostum dan memerankan karakter tersebut, mereka bisa lebih menjadi diri sendiri daripada dalam keseharian, karena karakter itu mencerminkan sesuatu yang penting bagi mereka.
Dalam psikologi, kata Kasandra, mengenakan "peran" atau "persona" bisa menciptakan ruang aman secara emosional.
“Menjadi karakter tertentu dapat menjadi pelarian yang sehat dari tekanan identitas sosial yang membatasi,” jelasnya.
Baca juga:
Cosplay dapat memberikan sejumlah dampak psikologis positif, terutama dalam hal kesehatan mental, ekspresi diri, dan pembentukan identitas.
“Mengenakan kostum karakter yang dikagumi sering kali membuat individu merasa lebih kuat, berani, atau menarik,” ujar Kasandra.
Dalam jurnal “Cosplay”: Imaginative Self and Performing Identity karya Osmud Rahman (2012) yang kemudian dijelaskan Kasandra, cosplay dapat menjadi alat untuk membangun kepercayaan diri melalui pengakuan sosial dan penerimaan komunitas.
Bagi banyak orang, cosplay menjadi bentuk coping mechanism yang sehat, yakni pelarian dari tekanan hidup atau kecemasan melalui kreativitas dan imajinasi.
“Aktivitas seperti membuat kostum, tampil di acara, dan bermain peran bisa memicu flow state, yang berdampak positif pada kesejahteraan mental,” kata dia.
Namun, Kasandra mewanti-wanti bahwa menjadi cosplayer juga harus memilah komunitas yang baik.
Ia menekankan bahwa lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan kenyamanan dalam menjalani hobi ini.
“Bergabunglah dengan komunitas yang mendukung, inklusif, dan bebas dari drama atau toxic behavior. Hindari lingkaran sosial yang meremehkan atau mengejek,” ujarnya.
Pentingnya membentuk komunitas yang sehat di kalangan pencinta cosplay turut disoroti oleh Hilky (31), eks cosplayer asal Malang.
Ia mengungkapkan bahwa kedekatan antar-anggota di komunitasnya terjalin dengan kuat dan harmonis.
“Kalau teman-teman di Malang waktu itu bisa dibilang sangat erat, kita sama-sama belajar, ada orang yang bisa bikin kostum, bisa bikin properti, jadi kita kayak belajar bareng,” ujarnya kepada Ohayo Jepang, Jumat (23/5/2025).
Kedekatan antar-anggota ini yang membuat komunitas cosplay yang diikuti Hilky, Cosuki, telah berjalan selama 18 tahun.
(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)
View this post on Instagram