Cosplay dapat memberikan sejumlah dampak psikologis positif, terutama dalam hal kesehatan mental, ekspresi diri, dan pembentukan identitas.
“Mengenakan kostum karakter yang dikagumi sering kali membuat individu merasa lebih kuat, berani, atau menarik,” ujar Kasandra.
Dalam jurnal “Cosplay”: Imaginative Self and Performing Identity karya Osmud Rahman (2012) yang kemudian dijelaskan Kasandra, cosplay dapat menjadi alat untuk membangun kepercayaan diri melalui pengakuan sosial dan penerimaan komunitas.
Bagi banyak orang, cosplay menjadi bentuk coping mechanism yang sehat, yakni pelarian dari tekanan hidup atau kecemasan melalui kreativitas dan imajinasi.
“Aktivitas seperti membuat kostum, tampil di acara, dan bermain peran bisa memicu flow state, yang berdampak positif pada kesejahteraan mental,” kata dia.
Namun, Kasandra mewanti-wanti bahwa menjadi cosplayer juga harus memilah komunitas yang baik.
Ia menekankan bahwa lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan kenyamanan dalam menjalani hobi ini.
“Bergabunglah dengan komunitas yang mendukung, inklusif, dan bebas dari drama atau toxic behavior. Hindari lingkaran sosial yang meremehkan atau mengejek,” ujarnya.
Pentingnya membentuk komunitas yang sehat di kalangan pencinta cosplay turut disoroti oleh Hilky (31), eks cosplayer asal Malang.
Ia mengungkapkan bahwa kedekatan antar-anggota di komunitasnya terjalin dengan kuat dan harmonis.
“Kalau teman-teman di Malang waktu itu bisa dibilang sangat erat, kita sama-sama belajar, ada orang yang bisa bikin kostum, bisa bikin properti, jadi kita kayak belajar bareng,” ujarnya kepada Ohayo Jepang, Jumat (23/5/2025).
Kedekatan antar-anggota ini yang membuat komunitas cosplay yang diikuti Hilky, Cosuki, telah berjalan selama 18 tahun.
(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)
View this post on Instagram