Ketika pertama kali mencoba bersepeda di Jepang, saya merasa sedikit gugup. Rasanya sudah sangat lama sejak terakhir kali saya mengendarai sepeda.
Saya khawatir sepeda saya akan terlihat sedikit goyang jika ada orang yang melihat.
Namun lambat laun, saya mulai terbiasa, meskipun terkadang masih terselip sedikit kecemasan.
Saat itu sedang musim dingin, dan cuacanya terasa sangat dingin, tetapi saya tidak mengenakan sarung tangan.
Udara dinginnya memang menggigit, tetapi saya begitu fokus untuk mengatasi kegugupan sehingga tidak menyadari tangan saya semakin terasa dingin.
Wajah saya juga ikut kedinginan karena saya tidak memakai masker untuk menghalau angin.
Mengingat kembali pengalaman itu, saya pikir waktu terbaik untuk bersepeda di Jepang adalah saat musim semi dan musim gugur.
Cuacanya terasa nyaman, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.
Menjadikannya waktu yang tepat untuk bersepeda tanpa cuaca ekstrem seperti di musim panas atau musim dingin.
Apabila musim panas, cuacanya bisa menjadi sangat terik, dan dehidrasi menjadi risiko yang nyata.
Saya bahkan pernah mendengar dan sekali melihat, seseorang pingsan atau kehilangan kesadaran akibat kepanasan saat bersepeda.
Ada beberapa hal lain yang saya perhatikan mengenai bersepeda di Jepang:
Salah satu hal utama yang paling berkesan bagi saya di Jepang adalah betapa amannya merasa saat bersepeda.
Ada aturan yang jelas untuk para pesepeda ikuti, dan kebanyakan orang tampaknya mematuhi aturan tersebut.
Ini menjadikan pengalaman bersepeda tidak terlalu membuat stres, karena saya tahu apa yang harus saya harapkan dari sesama pesepeda dan pejalan kaki.
Di Jepang, pesepeda juga sering kali menggunakan trotoar.
Trotoarnya umumnya lebar dan terawat dengan baik, membuat aktivitas bersepeda di sana terasa nyaman dan aman.
Jepang memiliki jumlah mobil dan motor di jalan yang relatif lebih sedikit, yang membuat bersepeda terasa lebih santai.
Satu hal yang membutuhkan waktu bagi saya untuk beradaptasi adalah memberikan prioritas kepada pejalan kaki saat bersepeda di trotoar.
Jika saya melihat seseorang berjalan, saya akan melambatkan laju atau bahkan menuntun sepeda saya untuk menghindari bertabrakan dengan mereka.
Meskipun beberapa teman saya dapat dengan mudah bermanuver melewati pejalan kaki, saya masih merasa sedikit cemas dalam situasi-situasi seperti ini.
Baca juga:
Bersepeda di Indonesia, khususnya di Jakarta, adalah pengalaman yang sangat berbeda.
Kondisinya terasa lebih menantang, tetapi saya tetap menemukan tempat bersepeda yang aman. Berikut adalah perbedaan utama yang saya amati:
Di Jakarta, trotoarnya biasanya lebih sempit dibandingkan di Jepang, yang membuat pesepeda lebih sulit untuk bersepeda dengan nyaman.
Di kota-kota besar yang ramai seperti Jakarta, jalan raya sering kali dipenuhi oleh mobil dan motor.
Sebagai pesepeda yang bukan profesional, saya tidak pernah merasa nyaman bersepeda di jalan raya.
Lalu lintasnya dapat terasa sangat padat, sehingga saya lebih memilih untuk bersepeda di area yang tidak terlalu ramai.
Salah satu hal yang menarik dari bersepeda di Jakarta adalah adanya Car Free Day (CFD).
Pada hari-hari yang ditentukan ini, mobil dan motor dilarang melintas di area-area tertentu kota, dan pesepeda dapat menikmati jalanan tanpa harus mengkhawatirkan lalu lintas kendaraan.
Ini adalah kesempatan yang baik bagi masyarakat untuk bersepeda dengan aman.
Di Indonesia, ada juga area-area yang nyaman untuk bersepeda, seperti area olahraga dan taman.
Area-area ini sangat ideal untuk bersepeda, karena bebas dari lalu lintas kendaraan maupun pejalan kaki.
Saya menikmati bersepeda di tempat-tempat seperti ini karena menawarkan lingkungan yang damai untuk berolahraga dan bersantai.
Sebagai penutup, baik Jepang maupun Indonesia menawarkan kesempatan untuk bersepeda dengan aman, tetapi pengalamannya dapat bervariasi tergantung pada negaranya.
Secara keseluruhan, baik di Jepang maupun di Indonesia, kunci untuk bersepeda dengan aman adalah dengan mengikuti aturan dan tetap waspada terhadap lingkungan sekitar.
Kedua negara ini menyajikan pengalaman bersepeda yang unik dan dapat dinikmati dengan sedikit kesabaran dan latihan.
Ulasan di atas disampaikan oleh Axel, pekerja kantoran asal Indonesia di Tokyo. Ia hobi menyanyi, mendengarkan musik, dan berjalan-jalan keliling kota.
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (20 Februari 2025)
View this post on Instagram