Budaya makan siang di sekolah Jepang, atau yang dikenal dengan istilah "kyuushoku" (給食), bukan sekadar waktu makan, melainkan bagian penting dari pendidikan.
Kyuushoku menanamkan kebiasaan makan sehat, tanggung jawab sosial, serta kerja sama di antara para siswa.
Berbeda dengan banyak negara lain di mana siswa membawa bekal sendiri atau membeli makanan di kafetaria, sekolah dasar dan menengah di Jepang menyediakan makanan seimbang yang diatur oleh pemerintah.
Hal ini mencerminkan pentingnya "shokuiku" (食育), atau pendidikan gizi.
Kyuushoku adalah sistem yang terstruktur dengan baik, di mana siswa menerima makanan bergizi yang disiapkan di dapur sekolah atau fasilitas terpusat.
Menu yang disajikan biasanya terdiri dari nasi atau roti, lauk berprotein, sayur-sayuran, sup, dan susu, memastikan asupan gizi yang seimbang.
Alih-alih sistem prasmanan, para siswa bergiliran menyajikan makanan kepada teman-teman sekelas mereka.
Proses ini mengajarkan tanggung jawab, kerja sama, serta rasa syukur terhadap makanan dan mereka yang telah menyiapkannya.
Aspek unik lain dari kyuushoku adalah sifatnya yang komunal.
Para siswa dan guru makan bersama di ruang kelas, memperkuat rasa kebersamaan.
Mereka juga didorong untuk menghabiskan makanan mereka guna meminimalkan pemborosan, yang berakar pada nilai budaya Jepang yaitu "mottainai" (もったいない), yang berarti tidak menyia-nyiakan sesuatu
Sekolah mengajarkan siswa tentang nutrisi, produksi makanan lokal, dan pentingnya pola makan seimbang.
Menu dirancang secara hati-hati oleh ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak-anak dan membentuk kebiasaan makan sehat seumur hidup.
Pendidikan makanan ini juga melampaui meja makan.
Sekolah sering memasukkan pelajaran tentang pertanian dan produksi pangan, bahkan beberapa memiliki kebun sayur tempat siswa menanam bahan makanan untuk makan siang mereka.
Selain itu, anak-anak belajar etiket makan, seperti cara menggunakan sumpit dengan benar dan pentingnya mengucapkan “Itadakimasu” (いただきます) sebelum makan serta “Gochisousama deshita” (ごちそうさまでした) setelah selesai makan.
Bento sering ditata dengan indah, mencerminkan estetika Jepang dan keseimbangan gizi.
Orang tua memberikan perhatian besar saat menyiapkan bento, bahkan kadang membuat "kyaraben" (キャラ弁), yaitu bento bertema karakter lucu agar anak-anak lebih menikmati makanannya.
Selain kebiasaan saat makan, sekolah-sekolah di Jepang juga memiliki kebijakan larangan makan camilan selama jam sekolah, mendorong anak-anak untuk fokus pada waktu makan utama.
Disiplin ini memperkuat pola makan yang terstruktur dan mengurangi konsumsi camilan yang tidak sehat.
Baik itu menikmati bento yang disiapkan dengan penuh kasih atau melayani teman sekelas dalam rutinitas makan siang, makan siang di sekolah Jepang bukan hanya soal makanan—tetapi bagian fundamental dari pendidikan dan pembentukan karakter.
Konten disediakan oleh Karaksa Media Partner (April 2025)
(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)