Bagi para perantau, merayakan Idul Fitri jauh dari kampung halaman menghadirkan cerita yang berbeda.
Tanpa takbir yang menggema dari masjid sekitar, tanpa hidangan khas yang memenuhi meja makan sejak pagi, dan tanpa tradisi sungkeman yang hangat di tengah keluarga besar.
Namun bagi Eka dan Aya, dua warga Indonesia yang telah menetap di Jepang, makna Lebaran tetap bisa dirasakan, meski dalam suasana yang jauh dari kebiasaan di Tanah Air.
Eka telah enam tahun tinggal di Jepang. Setiap Ramadhan dan Idul Fitri, ia memilih untuk tetap di Tokyo, alih-alih pulang ke Indonesia.
Bukan karena tak rindu, tapi karena ia pernah merayakan Lebaran di kampung halaman dan mendapati suasananya tidak seperti yang ia bayangkan.
Eka berasal dari Sumbawa, daerah yang keragaman kulinernya berasal dari pendatang.
Saat Lebaran, banyak penjual makanan favoritnya tutup karena mudik. Padahal kulineran di kampung halaman menjadi bagian yang paling dinanti Eka.
Setelah bersilaturahmi dengan keluarga inti, setiap keluarga biasanya melanjutkan kunjungan ke sanak saudara lainnya.
Di Jepang, Eka justru merasa lebih bisa menjalani Lebaran dengan tenang.
Ia rutin melaksanakan shalat Idul Fitri di Masjid Tokyo Camii yang dapat ditempuh dengan jalan kaki dari tempat tinggalnya di Shibuya.