Alat itu bernama "Aams sensor" yang betuknya seperti karpet biasa dan disimpan di kasur pasien.
"Tempat tidur pasien seperti tidak ada apa-apanya. Tetapi jika alat itu diaktifkan, kami bisa mendeteksi detak jantung maupun ritme nafas pasien kami tanpa harus kami menyentuh pasien kami secara langsung," ujarnya.
Perawat asing harus terbiasa dengan berbagai alat canggih di layanan kesehatan Jepang.
"Di sini juga ada alat yang bisa digunakan untuk memandikan pasien dalam keadaan berbaring. Jadi jika ada pasien yang mengalami gangguan pergerakan, mereka masih bisa mandi bahkan berendam di air hangat atau ofuro," kata Ahmad.
Hal ini berbeda dengan beberapa layanan kesehatan di Indonesia yang masih menerapkan sistem kerja konvensional.
Meski peralatan canggih tersedia, Ahmad menjelaskan bahwa perawat asing akan diberikan pelatihan terlebih dahulu sebelum menangani pasien secara langsung.
Pelatihan ini penting agar mereka terbiasa dengan teknologi dan prosedur kerja yang digunakan di fasilitas layanan kesehatan Jepang.
Baca juga:
Selain penguasaan teknologi, aspek kebersihan juga menjadi fokus utama di rumah sakit maupun fasilitas perawatan lansia di Jepang.
Setiap fasilitas layanan kesehatan di Jepang sudah terstandarisasi dalam hal kebersihan dan kerapihan.
“Kebersihan dan kerapian saya pikir kita (Indonesia) perlu mencontoh dan meniru budaya di sini,” ungkap Ahmad.