Bukan cuma itu, hal ini diperparah dengan adanya tingkat kelahiran yang menurun.
Sementara itu, generasi baby boomer di Jepang, sebuah kelompok besar yang terbentuk akibat lonjakan kelahiran anak setelah perang 1947 hingga 1949, semuanya akan berusia setidaknya 75 tahun pada akhir 2024.
Jumlah kelahiran di Jepang menurun selama sembilan tahun berturut-turut hingga 2024.
Efek domino pada kondisi ini yakni kurangnya perawat lansia.
Menurut data Pemerintah Jepang, hanya ada satu pelamar untuk setiap 4,25 lowongan yang tersedia pada Desember 2024.
Kondisi ini jauh lebih buruk daripada rasio keseluruhan pekerjaan terhadap pelamar di Jepang yang sebesar 1,22.
Saat ini, pemerintah Jepang mencari bantuan tenaga kerja dari luar negeri untuk mengisi kekurangan ini.
Jumlah pekerja asing di sektor perawatan lansia meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, jumlahnya hanya sekitar 57.000 orang atau kurang dari 3 persen dari total tenaga kerja di bidang ini hingga 2023.
"Kami hampir tidak bisa bertahan dan dalam 10-15 tahun, situasinya akan sangat suram,” kata direktur operator fasilitas perawatan lansia di Zenkoukai, Takashi Miyamoto.
Zenkoukai secara aktif mengadopsi teknologi baru, tetapi penggunaan robot masih terbatas sejauh ini.
Menurut Miyamoto, jika robot AI dapat memahami kondisi hidup dan karakter setiap pasien, mereka bisa memberikan perawatan langsung pada masa depan.
"Tapi, saya tidak yakin robot bisa memahami semua aspek perawatan. Saya berharap masa depan di mana robot dan manusia bisa bekerja sama untuk meningkatkan perawatan lansia," pungkas Miyamoto.
Baca juga:
(KOMPAS.COM/FAESAL MUBAROK)
View this post on Instagram