Meskipun jauh dari Indonesia, diaspora yang menempuh pendidikan di luar negeri, khususnya Jepang, mempunyai cara tersendiri untuk menikmati Ramadhan.
Pradipta Firmananda, mahasiswa S-1 College of Global Liberal Arts (GLA) di Ritsumeikan University, bercerita tentang pengalaman puasa tahun kedua di Negeri Sakura.
Ia mengaku tidak kesulitan saat menjalani puasa di Jepang dan sering menemukan cerita menarik selama Ramadhan.
Ia memilih berkumpul dengan komunitas Muslim sesama pendatang di Jepang, seperti dari Bangladesh dan Pakistan.
Di salah satu masjid di Osaka tepatnya, ia menemukan banyak komunitas untuk bertukar pikir dan mendengarkan kajian.
“Mungkin yang unik ya, ketika di masjid orang-orang dari berbagai negara berkumpul. Bahasa untuk komunikasi ke orang yang berbeda negara itu bukan bahasa Inggris atau Arab atau bahasa lain, tapi bahasa Jepang. Kajian atau khotbah pun juga pakai bahasa Jepang,” ungkap Dipta, nama sapaan akrabnya, kepada Ohayo Jepang pada Senin (3/3/2025).
Selain unik dari segi perbedaan pendatang, ia juga berkesempatan mencicipi masakan dari berbagai belahan dunia di masjid tempat ia berbuka.
Dipta juga menceritakan, panjangnya waktu puasa di Jepang bisa ditentukan oleh musim saat Ramadhan.
Di negara empat musim itu, zona waktu akan terus berubah dan menentukan durasi puasa.
Pada 2025, ia menceritakan Ramadhan tiba pada musim dingin sehingga durasi puasa lebih singkat dibanding Ramadhan tahun lalu.