Tradisi makan ehomaki saat Setsubun berasal dari wilayah Kansai pada zaman Edo (1603–1867).
Dahulu, para petani percaya bahwa menyantap sushi gulung sambil menghadap arah keberuntungan akan membawa hasil panen melimpah.
Seiring waktu, kebiasaan ini menyebar ke seluruh Jepang, terutama pada akhir abad ke-20 berkat promosi besar-besaran dari toko swalayan dan jaringan restoran sushi.
Ehomaki tradisional biasanya berisi tujuh bahan, yang melambangkan "Tujuh Dewa Keberuntungan" (七福神) dalam budaya Jepang.
Setiap bahan dipilih karena dipercaya membawa keberuntungan.
Seiring waktu, variasi ehomaki semakin beragam.
Selain isian klasik, kini ada versi modern dengan rasa unik seperti ayam teriyaki, mayones, bahkan varian manis dengan isian buah dan krim.
Dalam beberapa dekade terakhir, toko swalayan dan restoran berperan besar dalam mempopulerkan ehomaki ke seluruh Jepang.
Mereka menawarkan berbagai varian ehomaki siap saji, sehingga semua orang bisa dengan mudah ikut merayakan tradisi ini.
Berkat globalisasi, ehomaki kini juga mulai dikenal di luar Jepang.