OhayoJepang - Apakah ada cara untuk menjadikan omotenashi, konsep keramahtamahan tradisional Jepang yang dibanggakan khalayak Jepang, menjadi sarana untuk memperbaiki perilaku para wisatawan?
Untuk mengatasi kesalahpahaman antara wisatawan dan warga lokal, Biro Pariwisata KANSAI membuat tiga video yang direkam di tiga setting yang berbeda.
Baca juga: Penting! Panduan Etika Naik Kereta di Jepang
Pada akhirnya, dari semua kunjungan dan interaksi warga serta budaya, baik tuan rumah dan wisatawan berbagi tujuan yang sama: mengagumi keindahan Negeri Sakura.
Video-video ini direkam di Kyoto, wilayah Jepang yang menyambut 25 persen dari total wisatawan asing ke Jepang pada 2017 (menurut data Organisasi Pariwisata Nasional Jepang).
Namun, pesan video ini dapat diterapkan di mana saja, dan tentu saja, untuk sektor pariwisata di negara manapun.
Berikut salah satu videonya:
Format video-video ini terbilang efektif. Setiap video menyoroti berbagai situasi di tempat umum: di jalan, di kuil, dan di pasar.
Orang-orang yang tampil pada video-video tersebut adalah wisatawan dan khalayak lokal Jepang.
Bagian pertama dari masing-masing video hanya memindai orang-orang yang berlalu lalang. Beberapa adalah wisatawan biasa yang sedang mengambil gambar dan makan di jalan.
Di beberapa titik video, beberapa wisatawan mulai menunjukkan perilaku tak terpuji, seperti buang sampah sembarangan di kuil.
Video ini kemudian berpindah ke sisi pandang seorang pemantau Jepang yang bingung dengan apa yang tengah terjadi.
Dengan menggunakan teleskop monokuler, sang pemantau memutuskan untuk melihat apa yang orang-orang di depannya pikirkan.
Bagian kedua masing-masing video disampaikan melalui sebuah teropong monokular. Setiap adegan direkam secara direka ulang, namun sekarang ditambah pikiran khalayak Jepang yang lewat dan para wisatawan yang kelihatannya kasar di bagian awal video.
Ternyata, wisatawan yang buang sampah sembarangan tidak tahu apa yang harus ia lakukan terhadap minumannya karena tidak ada tong sampah di sekitarnya. Sejatinya, ia tak ingin membawa minumannya ke dalam kuil.
Ternyata, wisatawan yang berfoto ceria hanya ingin berlaku ramah. Saksi mata yang sedang berbicara di telepon saat berada di kuil ternyata sedang di posisi sulit, ia tak bisa menolak panggilan dari atasannya.
Orang Jepang dengan teleskop monokular ini adalah sarana naratif yang cerdas, memaksa para penonton untuk melihat satu adegan dari berbagai sudut pandang berbeda seperti tajuk videonya, "Seeing Differently" (Melihat dari Sisi Berbeda).
Video ini mengungkit topik tabu mengenai tata krama para turis dan memberi solusi dengan cara yang pandai dan kritis, layaknya sebuah teka-teki.
Oleh karena itu, satu kejadian terkadang tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Akan lebih baik jika mengambil hikmahnya dengan menggunakan "kacamata" orang lain juga.
Alfonsus/Sumber: Japan Forward