OhayoJepang - Sejak tahun 2016, Starbucks Coffee Japan mengeluarkan serangkaian produk edisi terbatas yang hanya tersedia di Jepang, bernama “JIMOTO made series”. Gelas dan mug diproduksi atas hasil kolaborasi bersama pengrajin tradisional dan hanya dijual di kedai Starbucks di daerah produksinya saja. Program ini bertujuan agar orang-orang bisa mengetahui keindahan produk buatan lokal masing-masing daerah tersebut.
Tahun ini, Starbucks Japan mengeluarkan edisi mug Tobe-yaki (seni keramik Tobe) dari area Chuyo, Prefektur Ehime, sebagai edisi ke-10 dalam rangkaian karya JIMOTO tersebut.
Versi sebelumnya dari “JIMOTO made series” juga memiliki keunikan tersendiri.
Setiap mug diperkenalkan, pelanggan bisa mempelajari sedikit budaya dan sejarah dari pengrajin yang membuatnya. Misalnya seperti saat salah satu cabang Starbucks mendesain Shigaraki-yaki Tanuki untuk memperkenalkan pelanggan pada kerajinan tradisional di area tersebut.
Rangkaian karya Jimoto terbaru memberikan pelanggan sekilas dari apa yang bisa ditawarkan oleh Chuyo yang berada di Prefektur Ehime. Daerah ini terkenal dengan keindahan kerajinan tanah liat. Selain itu, Chuyo memiliki pemandangan indah saat musim semi. Biasanya bunga plum bermekaran memenuhi pegunungan yang mengelilingi Chuyo saat musim semi tiba.
Kerajinan seni Tobe-yaki juga dipamerkan di kedai Starbucks Coffee Matsuyama Chuo.
Monumen yang terbuat dari Tobe-yaki akan menyambut pelanggan yang datang saat memasuki dearah Tobe.
Desain Tobe-yaki yang menjadi inspirasi dari mug Starbucks ini memiliki ciri khas porselen yang tebal dan bulat berwarna putih dengan pola biru Gosu (biru kobalt). Kerajinan keramik yang ditemukan di area ini dikategorikan dalam dua jenis yaitu kerajinan tanah liat yang terbuat dari bahan tanah liat dan porselen yang terbuat dari batu. Tobe-yaki merupakan kerajinan porselen karena terbuat dari batu dan terkenal memiliki daya tahan yang kuat.
Presiden Akira Izumimoto membagikan keterkejutannya saat mengetahui bahwa bahan mangkuk Tobe-yaki tidak berbeda dengan mangkuk lainnya. “Saya pikir rahasia daya tahan mangkuk tersebut berasal dari bahan yang digunakan untuk membuat Tobe-yaki,” ungkapnya.
Pembuatan keramik Tobe-yaki merupakan sebuah keahlian yang terasah selama puluhan tahun dan diwariskan secara turun temurun. Tobe-yaki saat ini mengalami periode transisi karena adanya perubahan generasi.
“Pengiriman Tobe-yaki menurun sejak tahun 1990-an. Hal ini akibat para pengrajin yang ahli sudah semakin tua, banyak yang pensiun dan ada masalah kekurangan sumber daya manusia untuk membuatnya,” ungkap Akira.
Walau begitu, selalu ada harapan. Dengan adanya teknologi gas kiln (pembakaran keramik menggunakan gas kiln) dan minat generasi muda pada kerajinan tradisional telah menyelamatkan budaya pembuatan kerajinan tanah liat di area ini. Warisan kerajinan tradisional ke generasi sekarang yang berusaha ditangkap oleh proyek yang dilakukan Starbucks untuk rangkaian karya Jimoto.
Berikut sedikit ulasan bagaimana Mug CHUYO San Karakusa untuk rangkaian karya JIMOTO dibuat di Baizangama:
Pengrajin menggunakan roda untuk membentuk tanah liat saat membuat mug. Bentuk dari bulatan dan ketebalan ujungnya bisa diperoleh berkat rotasi dari roda.
Setelah menaruh pegangan dan mengeringkannya dengan sempurna, mereka menaruhnya dalam oven gas dan memanaskannya dalam suhu 900 derajat Fahrenheit selama 8-10 jam. Setelah proses pemanasan, gelas akan diberikan pewarnaan dasar dan tampak berwarna sedikit merah muda.
Selanjutnya, mug yang sudah ada lukisannya dicelup dalam pelapis dan dibakar dalam suhu 1.300 derajat di glasur kiln.
Mug CHUYO yang merupakan hasil kolaborasi Starbucks dan Baizangama ini dinamakan Mug San Karakusa yang berarti pola arabesque tiga.
Mug memiliki bentuk seperti gunung yang terinspirasi dari simbol Tobe-yaki: gunung Toishi.
“Warnanya putih dan sederhana saat ditaruh di meja. Namun jika Anda mengangkat mug, maka Anda akan melihat pola arabesque di bawahnya,” kata Iwahashi dari Baizangama.
Ia membagikan perasaannya tentang rangkaian karya JIMOTO terbaru ini dan pentingnya nilai dari mug tersebut. “Ini bukan sekadar gelas, tetapi mug yang dapat mengekspresikan pentingnya komunikasi saat waktunya minum kopi bersama. Mug ini menyiratkan ‘komunikasi melalui secangkir kopi’ yang menjadi nilai filosofi dari Starbucks,” kata Iwahashi.
Saat berkunjung ke area Chuyo di prefektur Ehime, pastikan Anda mendapatkan Mug San Karakusa dan lihatlah sekilas kreativitas dan semangat dari pengrajin lokal dan Starbucks.
Provided by Japan Walker™ and Tokyo Walker™ (29 Maret 2019)