Bekerja di Jepang bukan hanya soal menyesuaikan diri dengan budaya baru, melainkan juga soal mempelajari pola komunikasi yang berbeda.
Salah satu pengalaman yang benar-benar mengubah cara berpikir Rizki Permatasari (42) adalah saat ia bersentuhan langsung dengan konsep komunikasi kerja yang dikenal sebagai Horenso.
Lulusan D3 Bahasa Jepang Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) LIA Jakarta pada 2007 itu telah berkecimpung dalam dunia Human Resource Development (HRD) selama sekitar 10 tahun.
Seiring berjalannya waktu, ia semakin memahami cara menerapkan Horenso.
Baca juga:
- Apa Itu Horenso dan 5S dalam Budaya Kerja di Jepang?
- Pengalaman Kerja di Jepang, Pentingnya Horenso dalam Budaya Kerja
- Memahami Horenso: Perjalanan Belajar dan Adaptasi dengan Budaya Kerja Jepang
Karyawan Harus Berani Berpendapat
Pada dasarnya, Horenso adalah singkatan dari hokoku (laporan), renraku (menghubungi), dan sodan (konsultasi).
Di Jepang, Horenso jadi kunci komunikasi antara bawahan dan atasan. Namun menurut Rizki, bagian paling menantang justru ada pada aspek konsultasi.
"Nah, yang paling pentingnya itu adalah sodan itu tadi. Bukan cuma sekedar hokoku sama renraku aja, tapi prosesnya, proses pekerjaannya itu seperti apa, dan kita berfikirnya itu seperti apa," jelas Rizki ketika dihubungi Ohayo Jepang, (8/7/2025).
Menurut Rizki, kultur komunikasi di perusahaan properti tempatnya bekerja adalah bottom-up. Bawahan harus aktif diskusi dan konsultasi kepada atasan.