Pada pagi yang lembap di kawasan Sudirman CBD Jakarta, seorang insinyur perangkat lunak membuka emailnya untuk keseratus kalinya.
Sebuah perusahaan teknologi Jepang akhirnya mengirimkan surat penawaran yang sudah lama ditunggu.
Namun, mitra HR dengan lembut mengingatkan bahwa ada satu berkas administrasi yang belum lengkap, yaitu kartu AK-1 atau yang lebih dikenal sebagai kartu kuning.
Tanpa kartu ini, Surat Keterangan Layak (Certificate of Eligibility/CoE) untuk visa kerja tidak dapat diajukan.
Kondisi ini terjadi setiap minggu di kota-kota dengan sektor pertumbuhan tinggi di Indonesia.
Mulai dari analis keuangan di Surabaya hingga desainer UX di Bandung, pelamar kerja di sektor putih menghadapi tantangan yang sama.
Perjalanan mereka menuju Marunouchi di Tokyo atau distrik Umeda di Osaka masih bergantung pada selembar kartu berukuran A5 berwarna kuning yang diterbitkan oleh Disnaker setempat.
Mengapa AK-1 Masih Penting pada 2025?
1. Persyaratan yang Bertahan Melebihi Resume Tulisan TanganAwalnya, kartu AK-1 diperkenalkan untuk mencocokkan pencari kerja domestik dengan lowongan di tingkat provinsi.
Namun, kartu ini kemudian berkembang menjadi dokumen serbaguna untuk mobilitas tenaga kerja ke luar negeri.