Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang berencana untuk melarang karyawan bekerja selama 14 hari berturut-turut atau lebih untuk melindungi kesehatan pekerja, seperti melansir Arab News, Selasa (12/11/2024).
Bekerja selama dua minggu berturut-turut atau lebih dapat memperburuk kesehatan mental karyawan.
Sebuah survei oleh kementerian tersebut menemukan bahwa bekerja dalam jangka waktu yang lama tanpa hari libur lebih menegangkan daripada bekerja lembur lebih dari 120 jam dalam sebulan.
Baca juga: Hasil Survei: Suasana Hati Pekerja di Jepang Meredup pada Oktober 2024
Menambahkan dari Japan Times pada Rabu (13/11/2024), masa kerja terus-menerus menjadi salah satu faktor beban mental yang diperhitungkan pemerintah saat mempertimbangkan permohonan tuntutan ganti rugi dari pekerja.
Sebuah komite ahli yang membahas amandemen Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan mengajukan usulan untuk memperkenalkan batasan hari kerja berturut-turut dalam rancangan garis besar laporannya tentang peraturan ketenagakerjaan yang dirilis pada Selasa.
Berdasarkan undang-undang kerja saat ini, pengusaha diharuskan memberikan satu hari libur per minggu bagi pekerjanya.
Namun, terdapat bisa juga dijadwalkan sebagai empat hari libur yang tersebar dalam periode empat minggu.
Hal ini dapat menyebabkan beberapa karyawan bekerja hingga 48 hari berturut-turut.
Selain itu, "36 Agreement” yang dibuat antara pengusaha dan serikat pekerja berarti karyawan dapat dipaksa bekerja bahkan pada hari libur, sehingga menghilangkan batasan hari kerja berturut-turut.
Baca juga: Upah Kerja Jepang Turun Lagi tapi Gaji Pokok Alami Kenaikan Terbesar dalam 32 Tahun Terakhir
Draf garis besar tersebut juga mengusulkan penyederhanaan sistem penghitungan lembur berdasarkan gabungan jam dari beberapa pekerjaan dan memperluas Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan untuk mencakup pekerja rumah tangga, seperti pembantu rumah tangga.