Kemampuan bahasa kerap menjadi tantangan utama bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Jepang termasuk bagi perawat lansia atau kaigo.
Agsia Inas Julietta (25), perawat lansia di Prefektur Nara mengaku mengalami kendala bahasa dalam pekerjaannya meskipun telah bekerja selama lebih dari satu tahun.
“Aku sampai sekarang saja masih terkendala bahasa dengan staf yang usianya lebih tua. Kalau sama yang lebih muda masih suka nyambung,” ujar Agsia kepada Ohayo Jepang pada Jumat (16/5/2025).
“Kalau yang usianya sudah lebih tua, di atas 50 tahun, mereka sudah pake bahasa daerah mereka,” tambahnya.
Para lansia tersebut lebih sering berkomunikasi memakai kansai-ben (関西弁), yaitu dialek Bahasa Jepang di wilayah Kansai; termasuk Prefektur Shiga, Kyoto, Hyogo, Osaka, Nara, Mie, dan Wakayama.
Meski demikian, staf maupun penghuni di panti disabilitas (shōgaisha shisetsu) tempat ia bekerja menunjukkan penerimaan dan pengertian yang besar.
Mereka sangat memahami perbedaan yang ada pada dirinya sebagai tenaga kerja asing.
“Mereka paham kalau kita gaijin, maksudnya kita orang luar. Jadi mereka sangat memaklumi gitu,” katanya.