Ahmad Naeni Nahwul Umam, diaspora Indonesia yang sudah 11 tahun di Jepang, menyampaikan bahwa bekerja sebagai perawat lansia bukan perkara mudah.
Salah satu tantangan pertama yang ia hadapi adalah perbedaan bahasa, khususnya dalam penggunaan istilah medis.
“Kalau misalnya kita dulu kuliah di Indonesia, kita menggunakan nama-nama penyakit biasanya sebagian besar kita menggunakan bahasa latin ataupun bahasa Inggris, tapi di sini menggunakan bahasa Jepang,” ujar Ahmad saat dihubungi Ohayo Jepang, Senin (17/3/2025).
Ahmad bekerja melalui Program Careworker (Kaigofukushishi) G to G Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) dan ditempatkan sebagai perawat lansia.
Sebelum berangkat ke Jepang, Ahmad mengikuti pelatihan bahasa Jepang selama enam bulan di Indonesia.
Setibanya di Jepang, lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon ini menjalani pelatihan keterampilan selama enam bulan yang wajib dikuasai untuk menjadi perawat di Jepang.
Baca juga:
Selain bahasa, Ahmad juga merasakan perbedaan budaya kerja yang cukup signifikan.
Saat bekerja di Indonesia, ia menjelaskan bahwa hubungan antara perawat dan pasien biasanya sangat akrab, baik melalui percakapan maupun pendekatan kekeluargaan.
Namun, hal ini tidak dapat diterapkan di Jepang.
Perawat di Jepang sangat menjunjung tinggi profesionalisme. Mereka fokus memberi pelayanan terbaik sesuai tugas dan tanggung jawab.