Hari Valentine pertama kali diperkenalkan di Jepang pada 1935 oleh merek cokelat Morozoff, yang didirikan oleh seorang warga Rusia di Kobe.
Mereka mulai menjual cokelat dalam kotak berbentuk hati, dipasarkan sebagai cara untuk mengekspresikan cinta dengan slogan “to show your love with chocolate”.
Saat itu, cokelat masih jarang dikonsumsi oleh masyarakat Jepang.
Morozoff memasang iklan besar di surat kabar yang ditujukan bagi ekspatriat, dengan slogan “A heart full of Morozoff’s sweets” untuk menarik perhatian.
Iklan ini terus berjalan selama beberapa tahun, tetapi konsep memberikan cokelat pada Hari Valentine belum begitu dikenal oleh orang Jepang.
Setelah Perang Dunia II, konsumsi gula di Jepang mulai meningkat berkat pengaruh Amerika.
Pada masa ini, seorang karyawan dari Mary’s Chocolate Company di Shibuya menerima hadiah dari seorang teman di Paris yang menjelaskan tradisi Hari Valentine di Barat.
Tapi, kebiasaan ini baru benar-benar populer pada 1970-an, saat Jepang memasuki era ekonomi gelembung.
Perempuan yangmemiliki penghasilan sendiri bisa membeli cokelat sebagai cara mengungkapkan perasaan mereka tanpa harus mempertimbangkan pendapat suami atau pasangan.
Dari sinilah muncul istilah honmei-choco, cokelat yang diberikan kepada seseorang yang benar-benar dicintai.
Baca juga:
Perempuan di Jepang memberikan cokelat saat Hari Valentine bukan hanya untuk pasangan, melainkan juga kepada teman atau kolega.
Ada beberapa jenis cokelat dengan makna yang berbeda.
Secara harfiah berarti cokelat kewajiban yang choco diberikan kepada rekan kerja, atasan, atau kenalan laki-laki.
Cokelat itu sebagai bentuk apresiasi dan untuk menjaga hubungan baik, terutama di lingkungan kerja.
Honmei-choco diberikan kepada pasangan romantis, seperti pacar atau suami.
Banyak perempuan memilih untuk membuat sendiri honmei-choco sebagai tanda ketulusan perasaan mereka.
Tomo-choco diberikan kepada teman perempuan sebagai simbol solidaritas dan persahabatan.
Jibun-choco adalah cokelat yang dibeli untuk dinikmati sendiri, mencerminkan konsep self-love dan apresiasi terhadap diri sendiri.
Pada 1970-an, perusahaan permen di Fukuoka, Ishimuramanseido, melihat peluang bisnis dari meningkatnya penjualan cokelat saat Hari Valentine.
Mereka mencoba memperkenalkan “Marshmallow Day” pada 14 Maret, sebagai hari balasan bagi laki-laki untuk memberikan marshmallow sebagai hadiah.
Namun, konsep ini kurang sukses karena marshmallow kurang diminati.
Sebagai gantinya, banyak orang lebih memilih membeli cokelat putih, yang akhirnya menjadi hadiah utama White Day.
Di waktu yang sama, National Confectionery Industry Association menyadari bahwa perayaan Valentine hanya menguntungkan satu pihak.
Mereka lalu menetapkan White Day sebagai hari balasan resmi, agar laki-laki juga ikut membeli hadiah.
Meskipun tidak ada aturan baku, banyak perempuan yang mengharapkan hadiah balasan dengan nilai tiga kali lipat dari apa yang mereka berikan.
Hadiah yang umum diberikan meliputi cokelat putih, cokelat hitam, bunga, pakaian dalam putih, dan bahkan perhiasan, barang bermerek, atau makan malam mewah.
Sumber:
View this post on Instagram