Lansia menjadi kelompok paling rentan akan gelombang panas ini.
Badan Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Jepang melaporkan lebih dari 8.400 orang dirawat di rumah sakit akibat panas ekstrem dalam sepekan terakhir.
Sebanyak 12 orang meninggal dunia pada periode yang sama.
Gelombang panas bukan hanya fenomena musiman, tetapi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.
Perubahan iklim juga memberi dampak langsung pada produktivitas kerja.
Data Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) menunjukkan Eropa mengalami pemanasan tercepat per dekade sejak 1990, disusul Asia.
PBB memperingatkan suhu global yang meningkat menurunkan produktivitas pekerja di sektor pertanian, konstruksi, dan perikanan.
Laporan lembaga kesehatan dan iklim PBB menyebut produktivitas pekerja menurun 2–3 persen untuk setiap kenaikan suhu di atas 20 derajat Celsius.
Risiko kesehatan yang muncul meliputi heatstroke, dehidrasi, gangguan ginjal, hingga masalah neurologis.
Musim panas tahun lalu di Jepang tercatat sebagai yang terpanas setara dengan 2023 dan diikuti musim gugur terhangat dalam 126 tahun terakhir.
Pakar memperingatkan iklim yang lebih hangat membuat bunga sakura mekar lebih cepat atau bahkan tidak mekar sempurna.
Salju di puncak Gunung Fuji juga tercatat muncul paling lambat tahun lalu yakni awal November, padahal rata-rata biasanya awal Oktober.
Perubahan pola ini menjadi tanda bahwa iklim Jepang berada di bawah tekanan besar akibat pemanasan global.
View this post on Instagram