Lebih dari 10.000 perusahaan di Jepang mengalami kebangkrutan sepanjang tahun fiskal 2024, yang merupakan angka tertinggi dalam 11 tahun terakhir.
Perusahaan kecil hingga menengah bangkrut karena kesulitan mencari tenaga kerja dan harga barang yang lebih tinggi.
Melansir Xinhua pada Selasa (8/4/2025), sektor jasa mengalami kebangkrutan paling banyak yaitu 3.398 kasus atau naik 12,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Perusahaan pada sektor konstruksi juga banyak mengalami kebangkrutan yaitu 1.943 kasus, meningkat 9,3 persen.
Kasus kebangkrutan ini melibatkan utang yang minimal sebesar 10 juta yen dan jumlahnya meningkat 12,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 10.144 kasus.
Laporan ini berasal dari survei yang dilakukan oleh Tokyo Shoko Research.
Sebagian besar kebangkrutan yaitu 89,4 persen, terjadi pada perusahaan yang memiliki kurang dari 10 karyawan.
Mereka kesulitan membayar biaya bisnis setelah kebijakan penundaan pajak yang diberikan selama pandemi Covid-19 berakhir.
Total utang yang dimiliki oleh perusahaan itu turun 3,6 persen dari tahun sebelumnya menjadi 2,37 triliun yen.
Baca juga: