OhayoJepang - Zaman dulu, makan dua kali sehari adalah sebuah hal baku di Jepang. Jadi bisa dibilang, sarapan merupakan tradisi yang baru.
Pada zaman Kekaisaran abad pertengahan, sarapan dimakan di tengah pagi hingga tengah hari. Sementara makan malam dimakan sekitar pukul 4 sore.
Di kalangan buruh, sarapan dimakan di tengah pagi setelah mereka menunaikan tugas pagi. Makan malam biasa dimakan saat bekerja sebelum matahari terbenam di waktu petang.
Baca juga: Makanan yang Cocok untuk Pilihan Sarapan di Jepang
Khalayak Jepang percaya bahwa budaya makan tiga kali sehari seperti masa kini dimulai sekitar masa Genroku (1688 - 1704).
Bagi para buruh, perubahan besar pada zaman tersebut adalah saat ditemukannya minyak canola untuk lentera.
Sebelumnya, minyak ikan yang digunakan untuk penerangan menghasilkan jelaga dan bau yang tidak sedap.
Terlebih lagi, sebelum masa Genroku, hanya bangsawan yang mampu membeli minyak canola. Karena mahal, rakyat jelata tidak bisa ikut memakai minyak tersebut, sehingga mereka tidur saat matahari terbenam dan bangun saat fajar menyingsing.
Dengan tersedianya minyak canola bagi semua, jam bangun dan kerja menjadi lebih panjang, sehingga makanan tambahan menjadi kebutuhan.
Baca juga: Orang Jepang Rela Antre di Kedai Kyoto Ini untuk Menikmati Sarapan dengan Parfait
Faktor kedua di balik perubahan ini adalah karena merebaknya gerobak makanan dan industri rumah makan.
Usaha-usaha ini dibangun untuk mendukung para pekerja dalam membangun kota Edo (Tokyo masa kini) setelah Kebakaran Besar Meireki pada 1657.
Hal ini memungkinkan rakyat jelata meluangkan waktu untuk makanan ketiga karena banyaknya makanan murah di luar rumah.
Sumber: Savor Japan