Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Seputar Jepang

Hidup di Jepang Sebagai Warga Negara Jepang yang Beragama Islam

Kompas.com - 03/10/2019, 16:34 WIB

OhayoJepang - Saya adalah seorang blasteran, ayah saya orang Turki dan ibu saya orang Jepang. Saya lahir dan dibesarkan di Jepang sebagai seorang Muslim. Lahir dan tinggal di Jepang sebagai seorang Muslim benar-benar sulit bagi saya. Namun, dari kesulitan-kesulitan tersebut, saya jadi bisa melihat “agama Islam” yang saya percaya dari berbagai sudut pandang. 

Nama saya Yunus Ertugrul. Saat ini mahasiswa tahun ketiga Universitas Keio, Fakultas Integrated Policy dan tengah mengikuti kelompok penelitian “Muslim Symbiosis Project” yang dipimpin oleh Profesor Nonaka, sebagai blasteran beragama Muslim.

Tujuan saya mengikuti perkumpulan ini adalah untuk membentuk masyarakat yang nyaman dengan melewati tembok Muslim dan non-Muslim melalui debat pendapat yang saya lakukan di sini.      

Sampai saat ini pun, saya masih ingin mempelajari agama Islam lebih dalam karena saya merasa pengetahuan saya masih sedikit. Saya rasa salah satu alasan saya ingin mempelajari Islam lebih dalam adalah karena lingkungan hidup saya saat ini adalah di Jepang. 

Meskipun hanya cerita singkat, saya ingin membagikan kisah hidup dari apa yang saya rasakan sebagai seorang Muslim di Jepang dan bagaimana saya menghadapi masalah karena latar belakang yang berbeda di negara ini.  

Mengubah Pemikiran Negatif ke Positif

Pertama yang selalu saya tanamkan di dalam pikiran saat berbicara mengenai agama Islam dengan teman Non-Muslim adalah membuat segala sesuatunya terasa menarik. Saat SMP dan SMA, teman-teman di sekitar saya hampir semuanya tidak mengerti bahkan tidak tahu apa itu agama Islam. 

Oleh karena itu, kadang saya menerima perlakuan tidak sopan dan juga sering dijadikan ledekan oleh teman. Namun hal ini merupakan hal yang lumrah dan saya yakin mereka pun tidak sadar kalau yang mereka lakukan itu tidak baik. 

Suatu hari saat SMP, saya pernah mendapatkan pertanyaan yang sangat tidak sopan dan saya marah sampai bertengkar dengan teman. Pada saat itu saya sadar bahwa kemarahan saya akan membuat teman saya ini menjauh dari agama Islam seumur hidupnya. 

Hal ini mungkin tidak akan memengaruhi satu teman saja, teman sekelas lainnya atau bahkan guru yang melihat saya marah pun mungkin akan menjauh karena mereka menganggap saya sebagai orang yang sombong. Karena saya marah terhadap orang-orang yang bahkan tidak memiliki pengetahuan dasar mengenai agama Islam. Dari situ saya berpikir untuk menjadikan identitas Muslim saya sebagai suatu hal yang menarik.

Sekalipun itu pertanyaan paling tidak sopan dari seorang teman, akan saya terima dengan senyuman. Saya pikirkan kembali atau bahkan saya balas dengan candaan ringan. 

Di negara Jepang yang penduduk Muslim merupakan kaum minoritas, kita sebagai seorang Muslim sebaiknya mengubah pola pikir negatif kita ke positif dan memberikan kesempatan kepada lawan bicara untuk mengetahui agama Islam lebih dekat merupakan hal yang penting. 

Perkataan Orang Tua Bukanlah Suatu “Keharusan”

Di Jepang, hal yang paling dipedulikan oleh orang sekitar yang bukan Muslim tentunya adalah “Peraturan”. Agama Islam sendiri memiliki berbagai peraturan yang berupa keharusan, seperti tidak boleh makan daging babi, tidak boleh minum minuman beralkohol, dan harus menunaikan ibadah solat lima kali sehari. 

Bila saya boleh berkata jujur, akan sangat sulit untuk saya menjalankan keharusan ini sekarang. Semenjak saya menjadi mahasiswa dan tinggal sendiri, saya mulai berpikir betapa tidak rajinnya saya sebagai seorang Muslim.

Saya berpikir untuk menjaga diri saya untuk melakukan semua keharusan ini sebisa mungkin selama tinggal di Jepang. Tentu melakukan semuanya saat menjalani kehidupan sehari-hari adalah yang terbaik, tetapi setelah saya pikirkan pada akhirnya ini akan menjadi sebuah keputusan yang dibuat dengan percakapan diri saya sendiri dengan Tuhan. 

Ayah saya sendiri merupakan seorang Muslim yang sangat taat, beliau akan solat sesuai dengan waktunya di mana pun berada. Selain itu, beliau tidak akan memakan segala makanan yang pada kandungannya tertulis gelatin ataupun nyuukazai (sejenis olahan fermentasi).

Melihat apa yang dilakukan ayah, saya berpikir bahwa beliau sangatlah hebat. Tetapi, saat beliau meminta saya untuk melakukan hal yang sama, saya merasakan sedikit perasaan aneh. 

Di sisi lain, saat saya tidak melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh ayah, beliau akan marah. Biasanya akhirnya kami menjadi bertengkar mulut. Jadi, ada bagian dari diri saya yang menunaikan ibadah hanya agar tidak dimarahi oleh orang tua. 

Tentu, peraturan agama tidaklah dibuat untuk itu. Bagi saya yang hidup dan besar di dalam masyarakat Jepang sebagai “orang Jepang”, menaati semua ajaran agama ini merupakan kesulitan tersendiri. Namun saya berusaha untuk mentaati ajaran agama. 

Pada saat inilah saya berpikir bahwa ketaatan seseorang dalam beragama tidaklah terpengaruh pada seberapa taatnya orang lain, tetapi merupakan hal yang ditentukan oleh individu itu sendiri melalui percakapannya dirinya sendiri dengan Tuhan. 

Kesan bahwa Muslim adalah Orang Asing

Bila saya berkunjung ke masjid yang ada di Jepang, saya akan bertemu dengan banyak orang Muslim lainnya. Namun kebanyakan dari mereka adalah orang asing dan hanya sedikit yang orang Jepang. 

Kebanyakan dari orang asing Muslim ini membentuk komunitas dengan orang yang berasal dari negara yang sama. Bila ada orang asing Muslim yang berpikir Jepang negara yang sulit untuk ditinggali oleh Muslim, mereka bisa kembali ke negara asalnya. Teman ayah saya pun banyak yang kembali ke negara asalnya. Lalu, bagi orang Jepang Muslim seperti saya, apa yang harus saya lakukan bila berpikir seperti itu?

Dari sekarang pun saya akan hidup sebagai seorang Muslim di Jepang, menikah dengan orang Jepang, terus menggunakan nama Jepang, dan berbahasa Jepang, dan tentunya negara asal saya adalah Jepang. 

Saya berpikir untuk orang-orang Muslim keturunan seperti saya perlu membentuk komunitas tersendiri agar generasi Muslim berwarga negara Jepang ke depannya akan tinggal di Jepang dengan lebih nyaman. 

Di sinilah saya rasa perlu membangun yang mengutamakan hubungan horizontal antara sesama Muslim. Kewarganegaraan dengan agama memang dua hal yang berbeda. Namun untuk menciptakan masyarakat yang tidak terbatasi dengan agama, saya pikir generasi saya harus berusaha keras. 


Terakhir, kesempatan untuk menulis artikel seperti ini pun bisa saya dapatkan berkat pendidikan yang saya terima dari orang tua. Untuk hidup sebagai seorang Muslim yang benar, pendidikan adalah hal yang terpenting dibandingkan dengan hal lainnya.

Ayah saya punya cara sendiri menanamkan Islam kepada saya. Sedangkan ibu saya yang masuk agama Islam dari pertengahan hidupnya membagikan pengalamannya sulitnya menjadi Islam sambil mendengarkan pemikiran saya.  

Dengan semakin banyaknya orang Muslim berkewarganegaraan Jepang seperti saya, sangat disayangkan sekali ada juga banyak juga orang-orang yang berhenti menjadi Muslim karena buruknya lingkungan keluarga. Saya ingin menjadi menjadi orang tua yang bisa mengajarkan Islam seperti orang tua saya untuk meneruskan keturunan Islam di dalam masyarakat Jepang, meskipun dengan banyak keterbatasannya.  

Yunus Ertugrul, warga negara Jepang dan mahasiswa tahun ketiga Universitas Keio, Fakultas Integrated Policy. Saat ini tengah mengikuti kelompok penelitian “Muslim Symbiosis Project” yang dipimpin oleh Profesor Nonaka, sebagai blasteran beragama Muslim. Penulis menetap di Tokyo, Jepang. 

Artikel ini ditulis oleh mahasiswa yang tergabung dalam Muslim Symbiosis Project Nonaka Lab dari Keio University kampus Shonan Fujisawa. Muslim Symbiosis Project Nonaka Lab merupakan sebuah kelompok penelitian mahasiswa yang ada di kampus Shonan Fujisawa Keio University. 

Kelompok ini memiliki tujuan berupa pemberian Omotenashi (Japan’s Hospitality) kepada orang Muslim baik yang sedang berwisata ataupun berkunjung ke Jepang. Mereka membagikan informasi mengenai restoran ramah muslim melalui berbagai media seperti guidebook, aplikasi, Facebook dan Youtube. Saat ini, terdapat 20 mahasiswa yang tergabung dari tahun pertama sampai tahun ke-4 yang tergabung dalam kelompok penelitian ini.   

Nonaka Lab HP:

https://nonakalab.sfc.keio.ac.jp/homepage/index.html (Japanese)

https://nonakalabproject.wixsite.com/nonakalabactivity/link (English)

facebook (Welcome Muslim Friends)

twitter

Instagram

Youtube (Nonaka lab. channel)

Halaman:
Editor : Ni Luh Made Pertiwi F

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.