Federasi Bisnis Jepang pada Senin (10/6/2024) menyerukan agar Jepang mengizinkan pasangan menikah untuk memiliki nama keluarga berbeda, seperti mengutip kantor berita AFP.
Federasi itu memiliki sekitar 1.500 perusahaan anggota dan 150 organisasi bisnis.
Menurut mereka, undang-undang yang saat ini berlaku mewajibkan pasangan menikah menggunakan nama keluarga yang sama. Hal ini dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan.
Pasangan suami istri di Jepang, diwajibkan oleh hukum untuk memilih nama belakang suami atau istri.
Berdasarkan penuturan para pengacara, sekitar 95 persen memilih menggunakan nama belakang laki-laki.
Baca juga: Unik, Stempel Pribadi dengan Nama Kanji Kamu
Nama gadis sering tidak disebutkan di tempat kerja di Jepang.
Namun, hal ini dapat menyebabkan kebingungan misalnya saat memesan hotel karena membutuhkan nama legal.
Seruan untuk memperbolehkan nama keluarga yang terpisah banyak terjadi di Jepang.
Ditunjukkan dengan beberapa tuntutan hukum yang diajukan mengenai masalah ini dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, diskusi pemerintah mengenai masalah ini berjalan lamban.
Federasi Bisnis Jepang pada Senin meminta pemerintah untuk merevisi sesegera mungkin undang-undang yang melarang penggunaan nama keluarga terpisah.
Permasalahan nama belakang khususnya berdampak bagi perempuan.
“Masalah nama keluarga telah menjadi risiko bisnis karena jumlah eksekutif senior perempuan terus meningkat,” kata pimpinan perusahaan Masakazu Tokura, kepada wartawan.
Dalam gugatannya, penggugat berpendapat bahwa mewajibkan pasangan suami istri untuk memilih satu nama bertentangan dengan kesetaraan di mata hukum dan kebebasan menikah yang dijamin konstitusi.
Pasangan yang memilih untuk tidak menikah menghadapi sejumlah masalah, termasuk hak atas anak, serta warisan dan pajak.
Mahkamah Agung Jepang telah dua kali, pada 2015 dan 2021, memutuskan bahwa undang-undang yang berlaku saat ini adalah konstitusional.
Namun, Mahkamah Agung juga mendesak anggota parlemen untuk membahas rancangan undang-undang demi menjawab tuntutan fleksibilitas yang semakin meningkat.
Para pendukung undang-undang saat ini mengatakan bahwa memiliki satu nama keluarga penting untuk meningkatkan ikatan keluarga.
Lantas, upaya untuk mengubah peraturan merupakan serangan terhadap nilai-nilai tradisional.
Baca juga: Tata Krama Jepang di Tempat Kerja: Cara Bertukar Kartu Nama