Setiap musim panas tiba di lembah pedesaan Kota Bungo Ōno, Prefektur Ōita; aroma tumis terung dan pare di atas wajan besi identik dengan satu hidangan klasik bernama kōneri.
Hidangan bertekstur kental ini lahir dari perpaduan kecerdikan petani, kekayaan sayuran setempat, dan selera makan yang menyesuaikan teriknya musim panas Kyūshū.
Baca juga:
- Papaya Tsuruke, Asinan Pepaya Khas Jepang dengan Rasa Gurih Segar
- Acharazuke, Acar Sayur Jepang yang Dulu Jadi Sesajen Arwah Leluhur
- Sushi Sayur Khas Musim Panas Jepang, Lebih Segar Tanpa Ikan Mentah
Sejarah Nama Kōneri
Kata kōneri berasal dari kata kerja kone-ru yang berarti menguleni atau mengaduk.
Nama ini merujuk pada proses menambahkan campuran tepung terigu ke dalam kuah miso lalu mengaduknya hingga masakan mengental.
Di Semenanjung Kunisaki, varian kōneri yang menggunakan terung dan pare dikenal dengan sebutan Oranda atau Belanda.
Asal-usul sebutan unik ini masih belum diketahui.
Nama lain yang juga digunakan antara lain kokake, ankake, dan babakoroshi.
Daerah Subur Penghasil Terung dan Pare
Bungo Ōno memiliki bentang alam bergelombang yang dialiri sungai kecil dan besar.
Kondisi ini membuatnya menjadi salah satu kawasan hortikultura terkemuka di Prefektur Ōita.