Kalau sedang berjalan-jalan ke Prefektur Tochigi di Jepang, jangan lewatkan mencicipi komugi manjū.
Kue kukus sederhana ini terbuat dari tepung terigu dan berisi pasta kacang merah azuki.
Meski terlihat sederhana, Komugi manjū punya cerita panjang yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Tochigi.
Baca juga:
Komugi manjū juga dikenal sebagai tansan manjū yang berarti “manjū soda,” karena adonannya sering ditambah soda kue.
Awalnya, kudapan ini dibuat sebagai hidangan rumahan dan diwariskan turun-temurun.
Tochigi terkenal sebagai penghasil gandum berkat praktik tanam ganda yaitu padi dan gandum, sehingga bahan utamanya selalu tersedia melimpah.
Saat panen gandum selesai menjelang Obon, aroma tepung terigu segar mulai menguar dari dapur-dapur rumah di Tochigi.
Komugi manjū jadi suguhan wajib di banyak rumah, tidak hanya sebagai makanan sehari-hari, tapi juga bagian dari perayaan penting.
Ada tradisi menarik bernama Kama-futa Tsuitachi atau “Hari Tutup Tungku,” yang jatuh pada tanggal 1 bulan 7 kalender lunar.
Pada hari itu, dipercaya kalau “pintu neraka terbuka” dan arwah leluhur mulai pulang agar tiba tepat di hari pertama Obon, tanggal 13.
Supaya para arwah tidak kelaparan di jalan, masyarakat meletakkan manjū di atas tutup tungku sebagai bekal untuk mereka.
Proses membuat komugi manjū terbilang sederhana. Tepung terigu dicampur soda kue, lalu diayak hingga halus.
Selanjutnya, adonan dicampur larutan gula sampai mencapai tekstur sedikit lebih lunak dari cuping telinga.
Pasta kacang merah azuki kemudian dibungkus adonan, lalu dikukus hingga matang.
Seiring waktu, variasi mulai bermunculan. Ada yang menambahkan pasta labu, bayam, atau shungiku (daun krisan) pada kulitnya untuk memberikan warna dan aroma berbeda.
Kalau memakai gula merah sebagai pengganti gula putih, manjū ini disebut cha manjū atau manjū cokelat.
Isian pun tak melulu azuki, beberapa orang menggunakan pasta ubi jalar atau miso an untuk menciptakan rasa baru yang tetap mempertahankan ciri khas lokal.
Di tengah arus modernitas, upaya menjaga tradisi komugi manjū tetap berjalan.
Di desa-desa Tochigi, pasar-pasar lokal masih menjual Komugi manjū buatan tangan.
Sementara itu, di Kota Utsunomiya, ada kelompok masyarakat yang rutin mengadakan kelas memasak untuk mengajarkan cara membuat kue tradisional ini kepada generasi muda.
Lebih dari sekadar kue kukus, komugi manjū menyimpan makna kebersamaan, rasa syukur atas panen, serta penghormatan kepada leluhur.
Lewat upaya sederhana seperti kelas memasak atau pasar lokal, masyarakat Tochigi terus menjaga agar rasa dan cerita di balik komugi manjū tak hilang dimakan waktu.
Disediakan oleh: Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries website (https://www.maff.go.jp/j/keikaku/syokubunka/k_ryouri/search_menu/menu/31_7_tochigi.html)
Disusun oleh Karaksa Media Partner, berdasarkan "うちの郷土料理 次世代に伝えたい大切な味栃木県 小麦まんじゅう(こむぎまんじゅう)" (Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries) (https://www.maff.go.jp/j/keikaku/syokubunka/k_ryouri/search_menu/menu/31_7_tochigi.html)
View this post on Instagram